Menikah adalah Kemewahan

LVWM
2 min readJan 27, 2025

--

Ilustrasi Sepasang Pengantin (Sumber: Freepik/freepic.diller)

Setiap melihat reels atau postingan yang berkaitan dengan pernikahan bahagia … aku terharu dan menangis. Menurutku, pernikahan yang bisa bertahan hingga usia senja serta berkumpul bersama anak dan cucu di rumah yang nyaman adalah surga dunia. Tidak semua orang beruntung mendapatkannya.

Di tengah dunia yang semakin jahat ini, kebahagiaan dalam kesederhanaan kian langka dan suaranya semakin redup. Kita manusia sudah terlalu sibuk memikirkan esok mau makan apa dibandingkan bersyukur untuk hal-hal kecil yang sudah ada.

Tekanan dari eksternal nyata adanya seperti ekonomi dan standar masyarakat yang tidak masuk akal. Belum puasnya masalah melanda keluarga, muncul lagi masalah internal — perselingkuhan dan KDRT. Itulah mengapa judul tulisan ini terasa tepat: menikah adalah kemewahan.

Orang yang memutuskan untuk menikah dan membangun rumah tangga adalah mereka yang telah mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai ujian, baik yang sudah ada saat ini maupun kesulitan yang akan muncul di kemudian hari. Modal mereka? Aku tebak … cinta dan/atau uang.

Cinta bisa menyatukan dua insan — begitu juga dengan uang. Maka ku rasa, pernikahan dengan cinta dan uang memiliki pondasi lebih kuat untuk hubungan jangka panjang. Betapa beruntungnya segelintir manusia-manusia demikian.

Karena itu, keputusan untuk menikah tanpa cinta atau tanpa uang merupakan pilihan pribadi. Namun banyak resiko yang perlu dipertimbangkan. Apakah resiko ini sepadan dengan tujuan yang ingin dicapai melalui pernikahan? Ya, setiap orang punya tujuannya masing-masing.

Ada yang ingin menua dengan orang tercintanya meski hidup miskin. Ada yang ingin menjadi ibu rumah tangga kaya raya meski pasangannya jarang pulang ke rumah. Ada yang ingin merasakan jadi seorang ibu meski harus terpisah dengan orangtuanya akibat terhalang restu. Apakah semua ini worth it?

Lagi-lagi ku sampaikan bahwa menikah adalah kemewahan. Jika suatu hari aku menikah dengan orang yang ku cintai dan dia juga mencintaiku, rasanya seperti memenangkan jackpot kehidupan. Karena sejujurnya, aku jarang bermimpi akan menikah dan membangun keluarga sendiri. Hal seperti itu jarang sekali muncul dalam kamusku. Yang terpenting aku bahagia hidup di bumi, entah itu menua sendirian (bersama anak-anak di panti asuhan) atau dengan seseorang.

Pada akhirnya, benarkah pernikahan satu-satunya jalan menuju kebahagiaan? Atau kita sebenarnya bisa menciptakan kebahagiaan itu sendiri?

Mungkin kebahagiaan tak selalu berbentuk pasangan dan keluarga. Mungkin, ia hanya tentang merasa cukup dengan apa yang ada.

--

--

LVWM
LVWM

No responses yet