Covid-19 dan Seorang Empath

LVWM
13 min readFeb 6, 2025

--

Seseorang yang menanggung beban dunia (Sumber: Freepik/freepik)

Pengumuman Covid-19

“Hai, V. Aku boleh minta temenin kamu gak di laboratorium kampus buat skripsi-an? I don’t why, tapi aku ngerasa gak nyaman banget di sini. Banyak cowok gitu.” — salah satu pesan WA-ku kepada teman sepermainanku, Januari 2020.

Akhir bulan yang sama, V dan aku janjian untuk bertemu di kampus. Aku agak lupa apa tujuan kami. Mungkin belajar bareng? Tapi satu hal yang ku ingat pada malam itu di salah satu meja pada hamparan teras depan ruang-ruang Fakultas Pertanian. Aku bilang padanya kalau aku ingin bunuh diri.

Kesehatan mentalku menurun berangsur-angsur sejak Januari. Aku merasa sesuatu yang tidak baik sedang terjadi dan akan terjadi pada lingkunganku. Namun aku tidak tahu apa itu. Bulan itu belum ada berita yang signifikan tentang pandemi, namun belakangan ku telusuri Kompas menyatakan kalau, “Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono memprediksi penularan wabah virus corona atau Covid-19 sudah terjadi sejak Januari hingga Februari 2020. Hal ini berdasarkan banyaknya laporan kasus orang-orang yang memiliki gejala Covid-19.”

Bulan Februari aku menyerah. Aku berhenti ke laboratorium karena ketakutan, tidak tahu kenapa. Banyak cowok di lab? Itu hanya alasanku saja supaya lebih masuk akal.

Hal-hal yang mulai merusak diriku sendiri muncul satu per satu hingga di saat diumumkan Covid-19 pada bulan Maret 2020. Kampus ditutup dan hanya segelintir orang yang diizinkan masuk. Hari demi hari, aku sakit dan tidak nafsu makan.

Dua WNI terinfeksi Corona virus disease 2019 (Covid-19). Pemerintah pun meminta masyarakat agar tidak panik. Negara menyatakan komitmennya untuk menanggung seluruh biaya untuk perawatan dan pengobatan.

Dua Warga Negara Indonesia (WNI) yang berdomisili di Depok diketahui positif mengidap virus SARS Cov-2. Ini merupakan kasus pertama yang ditemukan di Indonesia. Kedua pengidap Covid-19 itu memiliki riwayat berinteraksi dengan WN Jepang yang diketahui lebih dulu menderita penyakit tersebut.

Saat ini, kedua WNI itu, yang merupakan ibu dan anaknya, tengah menjalani perawatan di ruang isolasi RSPI Dr Sulianti Saroso, Jakarta. Temuan kasus Covid-19 pertama di Indonesia itu disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo, Senin (2/3/2020), di Jakarta. — Indonesia.go.id

Sebelum pengumuman tersebut, aku ke warnet dekat kosanku beberapa kali. Setelah pengumuman, aku tetap datang. Makin menjadi-jadi, aku menginap berhari-hari di sana. Ambil paket malam hari ini, pulang besok pagi. Malamnya aku kembali ke tempat sempit itu dan mengulang hal yang sama.

“Hai, R. Aku mau ngasih tau aja sama kamu. Beberapa hari ini aku nginep di warnet. Ha ha ha.” — chat-ku pada teman kampusku yang lain.

R khawatir dan berusaha menjaga percakapan denganku. Dia mengingatkan aku untuk makan dan jaga kesehatan, meskipun aku melakukan hal destruktif tersebut. Baiklah.

Alasanku datang ke warnet adalah mengalihkan perhatian dari sakitku. Jika sendirian dan tidak ada kegiatan, bawaannya selalu overthinking. Hal ini sudah terjadi sejak dulu. Itulah mengapa aku mengambil kegiatan dari pagi hingga malam saat masih aktif berkuliah agar pikiranku tidak kemana-mana. Lucu aja, have fun seharian di luar kosan, kok begitu sampai kosan malam-malam malah bawaannya sedih.

Buku Journaling dan Puisi-Puisi

Jujur saja, ingatanku dari April hingga Juli 2020 agak menghilang. Yang aku ingat adalah aku menulis sebuah buku journaling (yang belum selesai) dan kumpulan puisi. Berikut beberapa tulisanku yang aku upload di Google Drive tanggal 11 Desember 2020.

Journaling di atas aku tulis bulan Agustus 2020, ketika aku merasa sudah ‘lebih baik.’ Salah satu faktor terbesar yang memulihkan diriku adalah membaca buku Depresi: Memandang Melampaui Kegelapan yang Sulit Ditaklukkan karya Edward T. Welch, seorang psikolog dan konselor. Sejak itu, aku jatuh cinta pada buku-bukunya. Salah satu kutipannya:

Seseorang yang berada dalam pencobaan-pencobaan memiliki kesempatan untuk menyaksikan iman yang sedang dimurnikan, ketekunan dikembangkan, dan kedewasaan dicapai.

Meski aku sedang tidak baik-baik saja saat itu, namun aku berusaha berdoa. Kadang-kadang sampai menangis. “Tuhan, tolong aku.” — digaungkan dalam kamar kos berukuran 3 x 4 meter itu. Dan Ia memberikan pertolongan melalui buku tersebut. Aku merasa ada teman yang mengerti penderitaan yang ku rasakan.

Dan untuk kumpulan puisi — tebakku — ku tulis antara April sampai Juli 2020. Ketika aku sedang kacau-kacaunya. Aku menggalau setiap hari dan berat badanku sedikit demi sedikit menyusut. Berikut beberapa puisi yang ku tulis (aku upload di Google Drive tanggal 18 Mei 2020):

TEMA: CACAT CELA MANUSIA

Kegilaan

Hidup di dalam tubuh yang mungkin tidak bisa dibayangkan oleh orang lain.

Hati berkecamuk,

pikiran melayang,

bercampur aduk berharap tidak ada yang hilang.

Cek dan ricek menjadi suatu rutinitas,

harap harap cemas semua tuntas.

Mungkin karena trauma masa kecil atau diri yang terlalu terbawa perasaan.

Kala orang lain biasa saja, tapi mengapa bagi diri ini menyakitkan?

Detik demi menit demi jam terus berjalan.

Tidak peduli

kala waktu tidak akan pernah kembali.

Hidup di dalam dunia imajinasi sungguh mengasyikkan.

Hanya membayangkan dengan musik menambah dorongan,

seperti candu bagi diri.

Tidak ingin berhenti

karena ini salah satu pelarian dari dunia yang begitu membosankan

dan menjijikkan bagi diri.

Aku menulis “Kegilaan” karena mengenang pengalamanku saat masih SMP dan SMA. Beberapa symptom yang mengarah OCD (Obsessive-compulsive disorder) dan halusinasi aku alami saat itu. OCD singkatnya adalah a mental health condition that causes people to have unwanted, recurring thoughts and repetitive behaviors. Tentang halusinasi, ia datang ketika aku sedang bengong. Ia menyerang tiba-tiba untuk memberikanku perasaan gundah gulana. Kepalaku sakit dan tubuhku kehilangan keseimbangan.

Pernah suatu hari antara tahun 2010–2013 saat masih SMP. Rasa sedih menimpa diriku seperti batu dan gejala-gejala di atas menghampiri. Aku menangis-nangis ke luar rumah sambil berkata, “Mama, mama! Aku pengen peluk mama!” Ketika aku memeluknya, rasa sakit itu mereda. Sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi pada mamaku. Dan pada tahun 2012, mamaku keguguran.

Jiwa Emosi

Sejuta dari milyaran manusia mungkin merasakannya.

Lima atau satu detik yang penuh tanya.

Begitu ajaib,

dari dingin hingga tubuh memanas padahal butuh sekian menit.

Lagi-lagi membuat candu.

Hanya ada dua pilihan: solo atau duet.

Atau sebagian orang bodoh yang memilih untuk trio bahkan kwartet.

Yang lebih banyak, berdoa agar hujan menepi.

Yang lebih sedikit, berdoa agar rumah menyepi.

Yang mana yang salah, yang mana yang benar? Tidak ada yang peduli.

Karena tujuannya hanya sensasi

hanya fantasi

hanya ilusi.

Segala cara untuk menapaki,

semata-mata untuk memberi makan jiwa emosi.

“Jiwa Emosi” adalah puisi tentang hubungan seksual antara manusia. Meski aktivitas ini merupakan aktivitas yang melibatkan fisik, namun jiwa dan emosi seseorang dapat diserap olehnya. Itulah mengapa banyak yang terikat dalam toxic relationship dan sulit melepaskannya.

Aku tidak ingat apa yang terjadi ketika bernostalgia. Kemungkinan di masa lalu, aku mengalami hal-hal tidak menyenangkan dan pengalaman itu masih terpatri dalam tubuhku. Kulit-kulitku masih mengingat kenangan itu, meski isi kepalaku menolak mengingatnya.

Teman Menemani

Ada penjaga dari lahir, ada yang tiba-tiba datang karena tertarik.

Rasa-rasanya tidak ada rasa.

Ada yang bilang, ia mengikik.

Raga hanya dapat merespon: masa?

Si sakti menawarkan diri

Cuma-cuma

Si remaja tak bertuhan sehati

Terlena

Terimakasih, tuan!

Wanita tua yang sangat setia juga kuat

Dan wanita muda yang sangat cantik menyertai!

Bak udara!

Mereka nyata!

Aku percaya!

Sekarang aku yakin, aku tidak sendiri.

Ada mereka yang menemani.

Waktu aku kelas 1 SMA, aku mengikuti banyak sekali grup di Facebook. Aku mulai penasaran tentang zodiak, MBTI, shio, tafsir mimpi, kekuatan indigo, dan pseudoscience lainnya. Salah satunya yang paling intens adalah khodam.

Khodam dalam bahasa arab memiliki arti pembantu, penjaga, atau pengawal. Namun karena istilahnya berbau mistis, khodam biasanya dianggap dari alam ghaib entah dari bangsa jin atau malaikat. Khodam dapat berwujud ghaib seperti hewan, monster bahkan menyerupai manusia. — Universitas Muhammadiyah Jakarta

Saat masih umur 16 tahun tersebut, aku ikutan cek khodam online. Aku mengirim beberapa fotoku kepada seseorang di Facebook yang mengaku dapat menerawang khodam. Ia bilang kalau aku punya dua khodam: seorang wanita tua dan seorang putri cantik.

Karat

Yang dianggap hebat justru paling sesat.

Banyak dari mereka yang palsu,

berpura-pura menjadi keluargamu.

Tidak sedikit yang tertipu,

tergiur embel-embel semu.

Satu, dua hari memuji

Satu, dua bulan mencaci

Sombong!

Omong kosong!

Mereka menarik anak kecil yang butuh perhatian,

yang butuh kasih sayang!

Dimana keamanan? Dimana kebenaran?

Kami butuh terang!

Hati kami gelap!

Dimana-mana penghalang!

Sewaktu-waktu kami kalap!

Mungkin takdir kami untuk melarat.

Terseret arus berkarat.

Kami besi tua pecandu agama.

Antara tahun 2015 dan 2016, aku mengikuti sebuah komunitas rohani. Entah mengapa aku rela berbohong kepada orangtuaku untuk ikut kegiatan mereka setiap weekend. Tempatnya jauh (24 km dari rumahku) di sekitar Ciomas, Kabupaten Bogor.

Di komunitas yang hanya terdiri dari belasan orang itu aku ‘divonis.’ Kata pendetanya, ada semacam roh jahat yang mengikuti diriku kemana saja. Entitas tersebut harus diusir dengan cara exorcism ala ajaran mereka. Dan aku mengiyakan — mungkin someday aku akan menceritakannya lebih detail.

Revolusi Muda-Mudi

Ngeri benar saat jendela hati rusak.

Ngeri benar!

Kau bilang itu toleransi

untuk relasi

yang lebih serasi.

Nyatanya kau sudah dikibuli!

Bodohnya wanita yang sedang jatuh hati.

Kau bilang benar untuk melayani!

Hanya untuk meredakan napsu birahi!

Tahi!

Saya sangsi

Masihkah ada pria yang mencintai?

Dengan setulus hati?

Saya tidak mau bilang sisakan satu untuk nanti.

Tetapi muda-mudi yang berbakti harus berevolusi.

Puisi ke-lima ini aku tulis sebagai keresahanku terhadap penyakit HIV yang terus meningkat. Pengidapnya anak muda yang memiliki pergaulan bebas. Banyak perempuan yang menjadi korban karena dibohongi oleh pacarnya. Mereka dijanjikan cincin perkawinan jika mau berhubungan seksual.

Mengapa aku bisa menulis puisi-puisi di atas? Apa hal yang mendorongku? Seingatku, banyak pikiran dan perasaan dari masa laluku maupun dari lingkunganku yang terserap dalam tubuhku. Sehingga aku membutuhkan cara untuk menyalurkannya ke luar dan aku memilih puisi.

Diriku sangat sensitif kala itu dan ku yakin kalau efek Covid-19 se-dahsyat itu. Bukan hanya diriku tetapi mental orang-orang di dunia juga terkuras dengan kadarnya masing-masing. Ada yang takut tertular, berduka karena keluarganya meninggal, marah dengan pemerintah yang dirasa kurang tanggap menangani, dan sebagainya. Atmosfer dunia benar-benar buruk. (For you information, alam malah sebaliknya. Mereka menyembuhkan diri setelah bertahun-tahun dieksploitasi manusia. Mungkin aku akan membagikannya di tulisan lain suatu hari nanti.)

Agustus 2020 hingga Februari 2021, ‘sakit’-ku mereda. Aku menebak kalau ada hubungan dengan vaksin Covid-19. Setelah aku telusuri ternyata benar.

Pada bulan September 2020, 39 kandidat vaksin sedang dalam pengujian klinis, 33 dalam pengujian tahap I–II, dan 6 dalam pengujian tahap II–III. Pada pertengahan Desember 2020, 57 kandidat vaksin berada dalam uji klinis, dengan 40 kandidat vaksin dalam pengujian tahap I-II, dan 17 kandidat vaksin dalam pengujian tahap II-III. Pada pengujian tahap 3, beberapa vaksin COVID-19 menunjukkan efikasi setinggi 95% dalam mencegah infeksi simptomatik COVID-19.

Beberapa negara menerapkan rencana distribusi dengan memprioritaskan penduduk dengan risiko tinggi, seperti lansia dan tenaga kesehatan. Pada November 2020, lebih dari 20 miliar dosis vaksin telah dipesan oleh beberapa negara. Setengah dari dosis tersebut dipesan oleh negara berpenghasilan tinggi dengan jumlah populasi sekitar 14% populasi dunia.— Wikipedia Vaksin Covid-19

Vaksin COVID-19 tiba di Indonesia pertama kali pada tanggal 6 Desember 2020 sejumlah 1,2 juta dosis dengan merk vaksin CoronaVac buatan dari Sinovac. — Kementerian Kesehatan

Hilang Berat Badan dan Menulis Lagu

Anehnya, Maret 2021 ia datang lagi sebagai tamu tak diundang. Aku kembali jatuh dalam kekosongan. Kali ini lebih parah. Aku kehilangan berat badan dan jam tidurku rusak.

Saat itu, aku menemukan sebuah game seru dari adik-adikku, judulnya Granny House Multiplayer. Banyak player dari Indonesia, Filipina, Korea Selatan, Eropa, hingga Amerika. Aku memainkan game itu dengan serius. Buktinya aku berhasil membantu clan-ku untuk memenangkan sebuah kompetisi.

Di dunia game, aku seperti pahlawan. Di dunia nyata, aku seperti pecundang. Pagi hingga malam kerjaanku hanya bermain game. Mengendap di kamar tidur dan enggan bertemu dengan orang luar. Berat badanku turun 12 kg dalam kurun waktu 3 bulan (Mei sampai Juli 2021).

Hingga pada suatu hari di bulan April 2021 (kalau tidak salah), salah satu teman kampusku datang ke rumah untuk melihat kabarku. Aku seperti zombie berjalan pada saat itu. Planga-plongo seperti orang tidak waras.

Dan Indonesia pun memasuki gelombang kedua Covid-19. Dari AntaraNews, Gelombang I terjadi antara November 2020-Januari 2021 dan Gelombang II mulai Mei 2021. Gelombang I terjadi beriringan dengan ditemukannya vaksin Covid-19. Ada keputusasaan dan pengharapan yang saling bertarung.

Kalau di tahun 2020, aku menulis buku dan puisi. Kali ini di tahun 2021, aku menulis lirik-lirik lagu. Berikut beberapa lagu yang ku tulis:

Jump Over

Verse 1

The pride that you hold

Can I fully understand?

Your ambition is beyond anyone’s

Can i reach it?

I was amazed, I was amazed

You are like sunshine

Too bright

Too dazzle

I wanna be by your side

Verse 2

But the run you choose

Can I catch up and be your friend?

I wanna make you see me a little

No doubt again!

I was amazed, I was amazed

You are like moonlight

Too rule

Between stars

I wanna be by your side

Bridge

Oh …

You can get hurt

Realize

You need me!

Must be saved!

And

Let me help you

Jump over your limit now!

Reff

We will cross the horizon and laugh like a little kid

Isn’t it beautiful?

Little thing when together?

Standing on the top mountain and watch the ocean unfold

Isn’t it beautiful?

Little thing when together?

Sebenarnya lagu ini terinspirasi dari anime Demon Slayer. Aku sangat menyukai tokoh Tanjiro Kamado. Ia merupakan kakak laki-laki yang berjuang untuk mencari obat bagi penyakit adik perempuannya. Saat itu aku berharap punya pasangan yang baik hati seperti dirinya.

After Dark

Verse 1

It’s a really painful

When everything is gonna be unokay

Can you imagine?

Can you wanna live with?

I’m pretty sure

No… no…

So … what can i do?

What can i say?

What can i believe?

My life is so unfair

Disgusting

Just broken

Deep down in my heart is dark

Verse 2

It’s a really annoy

When a stranger’s pretend to understand

Can you imagine?

Can you wanna live with?

I’m pretty sure

No… no…

So … what can i do?

What can i say?

What can i believe?

I wanna run away

To seabed

Underground

Deep down in my heart is gray

Verse 3

It’s a really touching

When your heart chooses to believe

Can you imagine?

Can you wanna live with?

I’m pretty sure

Hell yeah

So … what can i do?

What can i say?

Can i believe you?

You pulled me, I owned

You change me

Restore me

Deep down in my heart is white

Lagu ini tercipta setelah aku pulih kembali di akhir bulan Agustus 2021. Aku mengingat pertolongan Tuhan selama masa-masa sulit. Ia tetap memegang tanganku dan tidak meninggalkan diriku. Ia menemaniku hingga aku dapat melangkah kembali.

Setelah aku mengecek timeline Covid-19 di tahun 2021, ternyata di awal September 2021 tingkat positif harian secara keseluruhan menurun secara signifikan hingga Desember 2021. Kebetulan? Mungkin saja. Jauh lebih dari itu, aku sangat bersyukur bahwa Indonesia dapat bertahan selama pandemi.

Ajaib Benar Anugerah

Oh iya, pada awal cerita, aku bilang kalau sedang mengerjakan skripsi. For your information, aku hanya menyentuh skripsi saat kondisiku baik yaitu bulan September 2020-Februari 2021 dan Agustus-Oktober 2021. Selebihnya aku ogah-ogahan, namun sesekali aku paksakan. Sampai akhirnya aku berhasil seminar hasil di bulan Oktober 2021. Uniknya, bulan November 2021 aku berhasil menjadi best presenter di salah satu workshop internasional yang diikuti oleh mahasiswa S2 (hanya aku satu-satunya mahasiswa S1). Salah seorang dosen yang mendorongku untuk ikut acara tersebut. Ajaib benar anugerah.

Aku Seorang Empath?

Untuk segala cerita di atas, apa hubungannya dengan Empath?

Aku baru mengetahui istilah Empath kemarin siang. Diawali dari bibirku yang bersenandung sebuah lirik lagu, “Feeling blessed, never stressed.” Tubuhku tersentak. “Tunggu dulu, itu lagu apa ya?”

Setelah aku searching ternyata judulnya Sunday Best dari Surfaces. Entah kenapa aku penasaran kapan lagu itu dipublikasikan. Februari 2020. Ah, ternyata dugaanku benar. Karena mengingat waktu tersebutlah yang membuatku mengenang kembali pengalaman Covid-19 dan membuahkan tulisan kecil ini.

Mari kembali ke laptop. Sebelumnya aku pernah mendengar tentang HSP atau Highly Sensitive Person. Singkatnya adalah seseorang yang punya tingkat sensitivitas tinggi terhadap sistem saraf pusat, seperti rangsangan fisik, emosional, atau sosial. Contohnya ketika menonton film sad ending, ia mudah menangis. Ketika melihat berita orang-orang Papua yang kesulitan akses pendidikan, ia mudah menangis.

Lalu apa itu Empath?

Salah satu artikel di health.clevelandclinic.org bertuliskan tentang penjelasan Dr. Childs, “An empath is a person who has the ability to feel what others are feeling and understand what others are feeling. They’re also known to feel feelings on a deeper level and take on the feelings of others.”

Salah satu contohnya mirip dengan HSP yaitu merasa sedih dengan berita-berita buruk yang ada sehingga mereka cenderung menghindarinya. Kemudian jika ada keluarga atau temannya yang sedang sakit, ia juga akan sakit secara fisik seperti sakit kepala atau flu.

Dr. Childs melanjutkan, “While we can’t say for sure it empaths truly exist, research shows that we do have what scientists call ‘mirror neurons,’ which allows us to mirror others’ emotions, and we believe those who are empaths have more mirror neurons.”

Beberapa jawaban orang di Quora Indonesia membagikan pengalaman mereka sebagai Empath. Mereka memiliki kesamaan yaitu dapat merasakan emosi sekitar, baik itu dari manusia, hewan, tumbuhan, dan alam. Ada yang kulitnya ikut memerah ketika orang terdekatnya sedang gatal-gatal. Ada yang dapat merasakan bencana datang sebelum itu terjadi — mirip Final Destination i guess.

Salah satunya bilang: “Ketika korban berjatuhan di sepanjang 2020, saya dan kebanyakan empath hampir tiap hari bergulat dengan kesedihan, kepahitan, perasaan marah, putus asa, and whatever raging inside you, friends. You name it, we felt it. So much deeper.”

Deg.

Aku juga seperti itu.

Oh, jadi ini maksudnya?

Apakah aku seorang Empath?

Well, sebelum aku mengetahui tentang hal ini, aku hanya dapat mengira-ngira dua penyebab aku merasa down dari 2020–2021. Pertama, aku kehilangan aktivitas. Dulu di kampus, aku sangat sibuk dari pagi hingga malam. Ketika Covid-19 melanda, pergerakanku jadi terbatas. Kedua, aku down karena penelitianku tertunda. Hampir 6 bulan, kampusku tutup dan itu menghambat skripsiku. Aku mesti ke laboratorium untuk mengecek sampel-sampel plankton yang ku ambil dari Teluk Banten pada Oktober hingga Desember 2019.

Sejujurnya, jawaban ini mencerahkan karena banyak hal terjadi dalam hidupku yang tidak dapat dijelaskan. Dalam tulisan ini, aku hanya fokus pada pengalaman saat Covid-19. Di hari-hari lainnya, ada-ada saja hal yang terjadi, dan ternyata itu semua berkaitan dengan Empath ini.

Akhir kata, aku ingin bercerita pengalaman saat di kapal nelayan di akhir tahun 2019 itu. Tanpa rasa takut, aku duduk di pinggiran kapal. Tubuhku terayun-ayun seiring ombak dan gelombang datang. Aku menatap garis khatulistiwa lama-lama, lalu bergerak ke arah biru tua lautan — pertanda daerah tersebut sangat dalam. Seolah ingin lompat saja. Aku tidak takut mati.

Sebuah artikel Kompas ku temukan berjudul: Covid-19 Diduga Muncul sejak Oktober 2019.

--

--

LVWM
LVWM

Responses (1)