Sejak kita lahir ke dunia, kita tidak dapat memilih keluarga, agama, suku, fisik, negara, maupun nama kita. Kita telah dikotak-kotakkan sejak bayi. Kita telah diasosiasikan dalam golongan tertentu tanpa keinginan kita.
Orangtua umumnya mengajarkan kita sesuai dengan ajaran agama, suku, maupun didikan keluarga besar yang selama ini mereka ketahui itu baik. Mereka tidak dapat melepaskan diri dan menjadi mandiri tanpa seluruh atribut itu. Tidak salah, namun dengan begitu … tantangan kemanusiaan semakin nyata.
Kemanusiaan adalah persaudaraan antar seluruh makhluk di muka bumi ini. Ia tidak terikat ruang dan waktu, maupun perbedaan-perbedaan yang ada — baik signifikan maupun tidak. Ia adalah perwujudan nyata sebuah cinta kasih yang murni — lagi-lagi hanya bisa dilakukan oleh sang pencipta yang disebut Tuhan.
Tuhan menciptakan langit dan bumi serta seluruh alam semesta ini. Ia juga yang meletakkan manusia di tengah-tengah kebun raksasa untuk mengelolanya sehingga terjadi sustainability. Tuhan tidak memandang rendah ciptaan mana pun. Binatang, tumbuhan, dan gambaran-Nya ini disebut-Nya: baik.
Namun semuanya berubah sejak negara api menyerang — manusia, si perusak alam.
Kita tidak dapat pungkiri bahwa keadaan zaman now sangatlah buruk. Antar sesama manusia tidak lagi setara, apalagi alam yang terus-menerus dieksploitasi untuk diambil benefit-nya. Habis manis, sepah dibuang. Kemanusiaan yang tadinya sudah menjadi natur makhluk hidup, kini sekarat.
Tidak ada lagi persaudaraan yang melampaui negara. Semuanya serba terafiliasi. “Kamu orang mana?” dan “kamu agama apa?” menjadi narasi yang dianggap penting. “Kamu bukan orang kita,” dan “Kita tidak sama,” digemakan di setiap sudut langit.
Apakah begini tujuan awal sang pencipta membentuk kita? Untuk saling curiga bahkan membenci dengan orang lain yang berbeda dari kita? Atau untuk memaksa mereka menjadi serupa dengan kita karena menganggap kelompok kita lebih superior dan mereka rendahan?
Saat aku menulis ini semua, lagu We are The World tergaung dalam hatiku. Lagu yang indah dengan pesan yang kuat. Diciptakan oleh maestro dunia yang terkenal dengan hati kuatnya bagi kemanusiaan. Berikut salah satu liriknya yang menggugah:
We can’t go on
Pretending day by day
That someone, somewhere will soon make a change
We are all a part of God’s great big family
And the truth, you know, love is all we need
Meskipun dunia saat ini terasa dipenuhi dengan perpecahan dan ketidakadilan, maukah kita berbagian dalam perubahan kecil yang ada? Kemanusiaan adalah cahaya yang selalu bisa dinyalakan, bahkan di tengah kegelapan. Setiap kali kita memilih untuk merangkul dan memahami, kita telah menyalakan satu titik cahaya yang bisa menjadi inspirasi — minimal bagi diri kita sendiri agar terus semangat.
Kemanusiaan bukanlah sekadar kata-kata indah yang kita ucapkan, melainkan tindakan nyata yang harus kita wujudkan setiap hari. Mulailah dari hal kecil: tersenyum pada orang asing, membantu tetangga, atau mengurangi penggunaan plastik. Kita semua adalah keluarga — orang Asia, Amerika, Eropa, Afrika, Australia, dan Antartika.
Kita mungkin tidak bisa mengubah seluruh dunia dalam semalam, tapi kita bisa memulainya dari diri sendiri. Karena cinta sangatlah kuat, ia dapat memulihkan segala sesuatu. Cinta sangat nyata, ia adalah tali yang tidak dapat putus. Dan seperti yang Michael Jackson ajarkan melalui lagunya, We Are The World, kita semua adalah bagian dari keluarga besar yang sama. Mari kita jadikan dunia ini tempat yang lebih baik, dimulai dari jiwa rapuh kita yang dapat menguat — percayalah.